ANEMIA DEFISIENSI BESI
BATASAN
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
menurunnya jumlah besi total dalam tubuh sehingga cadangan besi menjadi kosong
dan penyediaan besi untuk berbagai jaringan termasuk eritropoesis berkurang.
ETIOLOGI
Penyebab anemia defisiensi besi
ialah :
1.
Kehilangan besi berlebihan
sebagai akibat dari perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:
-saluran cerna: akibat tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung,kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing
tambang
-
saluran genetalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia
-
saluran kemih : hematuria
- saluran nafas :hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibat
kurangnya jumlah total besi dalam makanan atau biovailibilitas besi dalam
makanan rendah.
3. Kebutuhan besi yang meningkat:
seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan
4. Gangguan absorpsi besi: seperti misalnya pada penyakit tropical
sprue atau kolitis kronis
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di
klinik sebagian besar disebabkan oleh perdarahan menahun. Untuk penderita laki
penyebab utama ialah perdarahan gastrointestinal, di daerah tropis penyebab
tersering ialah infeksi cacing tambang. Sedangkan pada wanita penyebab
tersering ialah menometrorrhagia.
EPIDEMIOLOGIS
Diperkirakan penderita anemia defisinsi besi di seluruh
dunia lebih kurang sebanyak 500 juta orang. Dapat mengenai semua umur dan
golongan ekonomi, walaupun yang terbanyak pada anak dalam masa pertumbuhan dan
terutama di negara berkembang.
Di Indonesia ada
perbedaan yang nyata antara pedesaan dan perkotaan.Berdasarkan hasil penelitian
desa-desa di Sumatra barat, Jawa Tengah dan Bali penduduk yang menderita anemia
50 % disebabkan anemia defisiensi besi dan 40% dari anemia defisiensi besi ini
disertai dengan infestasi cacing tambang.
PATOFISIOLOGI
Perdarahan
menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika
cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan besi terus berlanjut maka penyediaan
besi untuk eritropoiesis berkurang sehungga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit tetapi anemi secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai
iron defecient erythropoiesis.
Selanjutnya muncullah anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Kekurangan besi
pada epitel serta enzim menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring
serta berbagai gejala lainnya.
GEJALA KLINIS
- Gejala umum anemia (sindroma anemia) : lemah , mata berkunang , telinga mendenging dan lain- lain , yang timbul secara perlahan- lahan.
- Gejala khas akibat defisiensi besi : atrofil papil lidah, stomatitis angularis, disfagia dan kuku sendok (koilonychia). Kumpulan gejala ; anemia hipokromik mikrositer, disfagia, atrofi papil lidah disebut sebagai Plummer- Vincent syndrome atau Patterson Kelly syndrome
- Gejala
penyakit dasar yang menyebabkan anemia defisiensi besi :gejala penyakit
cacing tambang, gejala kanker kolon dan lain-lain.
kuku sendok (koilonychia)
KOMPLIKASI
Disamping pada
hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan berbagai
enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transport electron. Oleh karena itu defisiensi besi di samping
menimbulkan anemia juga menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti misalnya
pada
1. Sistem neuromuscular yang mengakibatkan
gangguan kapasitas kerja.
2.
Gangguan terhadap proses mental
dan kecerdasan
3. Gangguan
imunitas dan ketahanan terhadap infeksi
4.
Gangguan terhadap ibu hamil dan
janin yang dikandungnya.
Gangguan ini dapat
timbul pada anemia ringan atau bahkan
sebelum anemia manifest.
Pemeriksaan Penunjang
- Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan MCV (mean corpuscular volume) menurun dan RDW (red cell distribution widht) meningkat
- Kadar besi serum menurun <50µg/dl,total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350µg/dl
- Saturasi transferin menurun kurang dari 15%
- Kadar feritin serum < 20 ng/dl
- Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin : kadar reseptor transferin meningkat.
- Pengecatan besi sumsum tulang negatif
- Pemeriksaan untuk mencari penyebab (sangat penting untuk memeriksa cacing tambang pada faeces dengan teknik kuantitatif (Kato-Katz)
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis
anemia defisiensi besi yang merupakan modifikasi dari Kerlin et al adalah:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan
darah tepi, atau MCV<80 fl dan MCHC<31 % dengan salah satu dari a,b,c,d
- Dua dari tiga parameter dibawah
- Besi serum <50 µg/dl
- TIBC >350 µg/dl
- Saturasi transferin :<15 %
Atau
- Serum feritin <20 µg/dl
Atau
- Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan butir-butir hemosiderin negatife
Atau
- Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Diferensial Diagnosis
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik
mikrositer yang lain :
- Thalassemia major
- Anemia akibat penyakit menahun
- Anemia sideroblastik
Pencegahan
1.
Pendidikan kesehatan
2.
Pemberantasan infeksi cacing
tambang
3.
Suplementasi besi
4.
Fortifikasi besi
PENATALAKSANAAN
- Pengobatan pengganti untuk kekurangan besi :
Obat pilihan ialah preparat besi per oral : ferous
sulfat.
Preparat lain : ferous fumarat, ferous glukonat.
Dosis ferous sulfat : 3 x 200 mg/hari. Diberikan sampai kadar Hb normal kembali. Dilanjutkan
paling sedikit selama 3 bulan dengan dosis pemeliharaan : 3 x 100 mg.
Pengobatan dengan preparat
besi parenteral hanya diberikan atas indikasi khusus yaitu :
i. intoleransi
oral berat
ii. kepatuhan
berobat kurang
iii. kolitis
ulserativa
iv. perlu
peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir)
Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric
acidcomplex.
Dosis besi parenteral harus
dihitung dengan tepat, oleh karena besi berlebihan akan membahayakan pasien.
Besarya dosis dapat dihitung dengan rumus sbb.:
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb
sekarang) x BB x 3
- Pengobatan untuk penyakit dasar.seperti pada infeksi cacing tambang yaitu dengan Mebendasole 1 x 400 mg
- Transfusi darah
Anemia difisiensi besi jarang
sekali memerlukan transfusi darah.
Indikasi transfusi darah
a. Gejala anemia yang sangat
simtomatik
b. Ancaman payah jantung kiri
c. Jika direncanakan
tindakan operasi segera
d. Ibu hamil dengan
Hb< 7 g/dl pada 2 minggu terakhir masa kehamilan
MONITORING
1 . Retikulosit tiap
minggu pada 2 minggu pertama
2. Hemoglobin tiap 5-7 hari sampai kadar Hb >
7 g/dl
3.
Penderita dipulangkan dari rumah sakit untuk kontrol rawat jalan setelah kadar
Hb > 7 g/dl dan atau kondisi umum baik
4. Kontrol rawat jalan setiap
minggu sampai kadar Hb> 10 g/dl
5. Kontrol rawan jalansetiap
minggu sapai hemoglobin normal
6. Kontrol rawat jalan setiap
bulan selama 4-6 bulan
7.
Penderita yang memberikan respon mula-mula akan menunjukkan peningkatan kadar
retikulosit, diikuti peningkatan kadar Hb, kemudian retikulosit kembali normal
setelah 8-10 hari, sedangkan Hb akan naik terus. Kenaikan rata-rata Hb adalah
0,15 g per hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-8 minggu.
8. Jika
respon terhadap terapi tidak baik (peningkatan hemoglobin tidak sesuai dengan
yang diharapkan) maka perlu dipikirkan:
a.
Diagnosis salah
b. Dosis besi kurang
c. Kepatuhan penderita kurang (tablet besi
tidak diminum)
d. Masih ada perdarahan yang cukup banyak.
e.
Ada penyakit lain bersama-sama: seperti penyakit kronik atau defisiensi asam
folat (terutama pada wanita hamil)
Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi pada umumnya
baik, jika sumber perdarahan dapat dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand AV, Pettit JE. dan
Moss P.A.H. Anemia Hipokrom dan
Penimbunan besi dalam Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Alih Bahasa; dr Dewi
Asih Mahanani. Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta. 2005,
hal. : 25-34
2. Benjamin Djulbegovic, M.D.,
Ph.D. Iron Defeciency Anemia dan
Reasioning and Decision Making in Hematology. Penerbit : Churchill Livingstone,
New York.
1992, Page 21-24.
3. Tambunan
Karnel L, Zubairi D, Muthalib A dan A Harryanto R. Anemia
Defisiensi Besi dalam Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1998, hal : 404-9
4. Bakta, I Made; Ketut Suega dan Tjokorde Gde Darmayuda. Anemia
Defesiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi IV. Editor
Sudoyo Aw dkk. Jakarta. 2006, Hal:644-50.
5.Lee et al. Wintrobe’s Clinical Hematology. 9th ed. Lea &
febiger, Philadelphia, 1993.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONIK
DEFINISI
Anemia akibat penyakit kronik atau
anemia of chronic disorder (ACD)/Anemia of inflamation ialah anemia yang
dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang ditandai oleh gangguan metabolisme
besi.yang khas yaitu adanya hipoferemia disertai cadangan besi sumsum tulang
normal atau meningkat.
ETIOLOGI
- Infeksi (akut dan kronik ): (1)
- tuberkulosa paru, bronkhiektasis, pneumonia, abses
paru, kolitis kronik, osteomielitis kronik, penyakit radang panggul kronik,
pielonefritis kronik, HIV-AIDS, endokarditis bakterialis.
- Inflamasi kronik :
- artritis rematoid, SLE, inflamatory bowel disease, sarkoidosis,vaskulitis.
- Keganasan :
- Karsinoma, limfoma dan sarkoma.
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian dan beratnya anemia berkorelasi dengan stadium
penyakit yang mendasari dan meningkat dengan bertambahnya usia.Dilaporkan dalam
sebuah studi 77% laki-laki dan 68% wanita yang berusia lanjut yang menderita
kanker adalah anemia.
PATOFISIOLOGI
- Gangguan pelepasan besi oleh makrofag ke plasma
- Pemendekan masa hidup eritrosit
- Respon terjadap eritropoetin tidak adekuat
- Gangguan produksi eritropoitin
- Produksi hepcidin oleh hepar
Gejala klinik dan Pemeriksaan Penunjang
- Gejala penyakit dasar sering lebih menyolok
- Anemia ringan sampai sedang dan tidak progresif
- Hemoglobin sekitar 8-10 d/dl
- Anemia bersifat normokromik normositer atau hipokromik
- Besi serum dan TIBC menurun, saturasi transferin sedikit menurun
- Feritin serum normal atau meningkat
- Hemosiderin sumsum tulang : normal atau meningkat dengan butir-butir kasar.
KOMPLIKASI
Tergantung penyakit yang mendasari
DIAGNOSIS
Anemia ringan sampai sedang, normokromik atau hipokromik mikrositer,
besi serum rendah, TIBC rendah, hemosiderin sumsum tulang normal, pada penyakit
kronik yang sudah disebutkan di atas, dan menyingkirkan adanya penyakit gagal
ginjal kronik,penyakit hati kronik dan hipotiroid.
DIAGNOSIS BANDING
1 . Anemia defisiensi besi
2. Thallasemia
3. Anemia sideroblastik
PENATALAKSANAAN
- Paling penting ialah mengatasi penyakit dasar
- Transfusi jarang diperlukan
- Pemberian preparat besi tidak ada gunanya kecuali bersamaan dengan anemia defisiensi besi
- Eritropoietin rekombinan memperbaiki keadaan anemia pada beberapa kasus.
PROGNOSIS
Tergantung pada penyakit yang mendasari.
1. Weiss Guenterand and Lawrence
T. Goodnough, M.D. Anemia of Chronic Disease dalam The New England Journal of
Medicine. 2005; 352, page 1011-23
2. Hoffbrand AV, Pettit JE. dan
Moss P.A.H. Anemia Hipokrom dan
Penimbunan besi dalam Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Alih Bahasa; dr Dewi
Asih Mahanani. Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta. 2005,
hal. : 34-35
3.
Supandiman Iman dan Heri Fadjari. Anemia pada Penyakit Kronis dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi IV. Editor Sudoyo Aw dkk. Jakarta. 2006, Hal:651-652
4. Lee et al. Wintrobe’s Clinical
Hematology. 9th ed. Lea & febiger, Philadelphia, 1993.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ANEMIA APLASTIK
BATASAN
Anemia aplastik ialah anemia yang ditandai oleh pansitopenia pada
darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk
aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum
tulang.
ETIOLOGI
I.
Primer :
a. Kelainan kongenital : tipe Fanconi,
Non-Fanconi dan dyskeratosis congenita
b. Idiopatik yang didapat (acquired) :
merupakan 50-70% dari anemia aplastik yang didapat.
II.
Sekunder :
a.
Akibat radiasi
b.
Akibat obat-obatan
1.
Yang bersifat dose-dependent :
siklofosfamid, chlorambucil, busulphan, 6 mercaptopurin, cytosine arabinosid,
daunorubicine dan sitostatika lainanya.
2.
Yang bersifat idiosinkrasi :
chlorampenicol, phenylbutazone, sulfa, preparat emas.
c. Akibat bahan kimia : bahan pelarut
(benzen) dan insektisida
d.
Akibat infeksi : virus hepatitis.
e.
Kehamilan
EPIDEMIOLOGI
Insiden anemia aplastik
bervariasi diseluruh dunia dan berkisar antara 2 sampai 6 kasus per 1 juta
penduduk pertahun dengan variasi geografis.
Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25
tahun,puncak insidens kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun
PATOFISIOLOGI
Tiga faktor penting untuk terjadinya aplasia ialah : gangguan sel
induk hemopoetik, gangguan lingkungan mikro sumsum tulang dan mekanisme
imunologik.
GEJALA KLINIS
- Sindroma anemia
- Perdarahan kulit : petechie dan echymosis
- Perdarahan mukosa : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena dan menorrhagia pada wanita.
- Tanda-tanda infeksi : ulserasi mulut / tenggorok, selulitis leher, febris sampai sepsis.
- Tidak dijumpai organomegalis seperti : splenomegali, hepatomegali atau limfadenopati.
KOMPLIKASI
Infeksi berat dan fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia
berat.
Pemeriksaan Penunjang
- Anemia normokromik normositer, derajat anemia dari ringan sampai berat.
- Retikulositopenia
- Leukopenia
- Trombositopenia
- Hapusan darah tepi tidak menunjukkan sel-sel muda
- Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia, jaringan sumsum tulang diganti oleh lemak
- Pemeriksaan flowsitometri :CD 34 (3)yaitu penurunan CD 34
DIAGNOSIS
Dijumpai pansitopenia pada darah tepi yang
dipastikan dengan adanya aplasia / hipoplasia sumsum tulang. Sebaiknya
dilakukan biopsi tulang, bukan hanya aspirasi sumsum tulang.
Kriteria diagnosis menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group(IAASG) adalah
sebagai berikut:
A. Satu
dari tiga :
a.Hemoglobiin kurang dari 10 g/dl,atau hematokrit kurang dari 30%
b.Trombosit kurang dari 50 x 109/L
c.
Leukosit kurang dari 3,5 x 109/L atau netrofil kurang dari 1,5 x
10/L
B. Dengan
retikulosit <30 x 10/L
C. Dengan
gambaran sumsum tulang (harus ada specimen adekuat):
a. penurunan selularitas dengan hilangnya atau
menurunnya semua sel hemopoitik atau selularitas normal oleh karena hyperplasia
eritroid fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit
b.
tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
D. Pansitopenia karena obat sitostatika
atau radiasi terapeutik harus diekslusi.
Derajat anemia aplastik menurut criteria Camitta
et al :
A.
Tergolong anemia aplastik berat (severe
aplastic anemia) bila memenuhi criteria sebagai berikut:
1. Paling
sedikit dua dari tiga:
a. granilosit < 500 x 109/L
b. trombosit < 20 x 1012/L
c. corrected
reticulocte < 1%
2. Selularitas sumsum tulang <25%, atau seluratis <50% dengan <30%
sel-sel hematopoetik
B. Tergolong anemia aplastik sangat berat bila netrofil ,200 x 109/L.
Anemia aplastik yang lebih ringan dari anemia aplastik berat disebut anemia
aplastik tidak berat (non –severe
aplastic anemia).
Diagnosis Diferensial
Sindrom mielodisplatik
Leukemia aleukemik
Anemia mioloptisik
Paroxysmal nocturnal
hemoglobinuria
Pansitopenia karena sebab lain
PENATALAKSANAAN
I.
Terapi kausal : terapi untuk
menghindari agen penyebab
II.
Tindakan suportif :
a.
Transfusi sel darah merah jika
anemia < 7 g/fl, Hb cukup dinaikkan sampai Hb sekitar 10 g/dl, tidak perlu
sampai normal.
b.
Transfusi trombosit konsentrat
jika terdapat perdarahan atau trombosit
10.000-20.000/ mm3
c.
Usaha untuk mengatasi infeksi :
hygiene mulut, pemberian antibiotika yang tepat dan jika perlu / tersedia dapat
dipertimbangkan transfusi granulosit konsentrat.
III.
Usaha untuk merangsang sumsum
tulang :
a.
Anabolik steroid : oksimetolon
atau stanozolol
b.
Kortikosteroid : dapat dicoba
prednison 40-60 mg selama 4 minggu, jika ada respon dapat diteruskan.
c. Growth factor yaitu penggunaan granulocyte colony stimulating
factor(G-CSF,Filgastrim dosis 5 ig/kg/hari ) atau GM-CSF,Sargamostrim dosis 250
ig/kg/hari.
IV.
Terapi ideal :
Jika tersedia dapat dipertimbangkan :
a.
Pemberian anti lymphocyte
globulin/anti tymocyte globulin yaitu dengan dosis 20 mg /kg berat badan
perhari selama 4 hari
b.
Transplantasi sumsum tulang :
merupakan terapi ideal yang hanya dapat dikerjakan di pusat yang lebih besar.
Prognosis
Tergantung dari berat ringannya penyakit. Kasus
berat dan progresif meninggal dalam 3 bulan. Kasus yang berjalan kronis
meninggal dalam waktu setahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand AV,
Pettit JE. dan Moss P.A.H. Anemia
Aplastik dan Kegagalan Sumsum Tulang dalam Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4.
Alih Bahasa; dr Dewi Asih Mahanani.
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. 2005, hal. : 83-9
2. Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Anemia Aplastik dalam Panduan Pelayanan Medik. Editor A. Azis Rani dkk.
Penerbit Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 2006,
Hal.: 187-8
3. Supandiman Iman dan Heri Fadjari. Anemia Aplatik dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam Jilid II Edisi IV. Editor Sudoyo Aw dkk. Jakarta.
2006, Hal:637-43
4. Neal S. Young,
M.D. and Jaroslaw Maciejewski, M.D. The Pathophysiology of Acquired Aplastic
Anemia dalam The New England Journal of Medicine. 1997 vol. 336, Page 1365-90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar